Stunting merupakan masalah gizi kronis sebagai dampak lebih lanjut dari kekurangan gizi secara kumulatif, sehingga berakibat anak menjadi terlalu pendek tubuhnya yang tidak sesuai dengan usianya, diikuti dengan penurunan kemampuan kognitif dan berisiko tinggi di masa depan anak, yakni mengalami berbagai komplikasi penyakit. Jika permasalahan stunting ini tidak segera ditangani secara seksama, maka pada akhirnya hanya akan menghasilkan angkatan kerja yang tidak kompetitif. Melansir website resmi Komnas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan anak, sebanyak 35% kasus stunting disebabkan pernikahan di usia muda, oleh karenanya BKKBN menganjurkan untuk wanita menikah di usia minimal 21 tahun, sementara bagi pria minimal 25 tahun.
Pernikahan di usia muda terutama yang terjadi pada kelompok remaja dapat memicu kelahiran anak stunting karena aspek fisik dan biologis orangtuanya belum matang. Sehingga apabila terjadi kehamilan, akan terjadi kehamilan yang beresiko, apa yang menyebabkan kehamila beresiko itu ?
Oleh karena itu pernikahan di usia muda tidak disarankan jika memang pasangan muda belum siap. Jika pun pasangan sudah memiliki umur yang siap untuk menikah, pastikan tiga bulan sebelum menikah semua calon pengantin harus melakukan pemeriksaan kesehatan di layanan kesehan terdekat. Bagi calon pengantin perempuan, pengecekan kesehatan dilakukan terhadap potyensi anemia karena ketika ibu hamil menderita anemia maka bayi yang dikandung pertumbuhannya menjadi tidak optimal. Kemudian pengecekan ukuran lengan atas, mengukur tinggi dan berat badan, serta untuk menghasilkan keturunan yang sehat dibutuhkan kebugaran bagi laki laki minimal 73 sampai 75 hari sebelumnya.
Lalu apa yang harus kita lakukan agar terhindar dari stunting? Kita simak bersama yaa…
Dampak dari pernikahan muda bukan hanya terbatas pada aspek sosial dan psikologis, tetapi juga dapat memberikan konsekuensi serius terhadap kesehatan anak, ini akan membuka celah untuk risiko stunting pada anak. Dalam Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang percepatan penurunan stunting salah satu prioritas kegiatan yang termuat dalam Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Stunting (RAN PASTI) adalah pelaksanaan pendampingan keluarga berisiko stunting, pendampingan semua calon pengantin/calon Pasangan Usia Subur (PUS) dan surveilans keluarga berisiko stunting.
Lalu apa peran pemerintah dalam melaukan percepatan penurun angka kasus stunting di Indonesia? Dalam Perpres Nomor 72 Tahun 2021, dibentuk Tim Penggerak PKK yang memiliki peran yang sangat strategis didalam Tim Percepatan Penurunan Stunting Tingkat Provinsi sampai dengan tingkat Desa/Kelurahan. Oleh karena itulah, dalam upaya percepatan penurunan stunting berbasis keluarga, maka Tim Penggerak PKK menyambut baik pembentukan Tim Pendamping Keluarga yang terdiri dari Kader Tim Penggerak PKK Desa/Kelurahan, Bidan dan Kader KB untuk melaksanakan pendampingan terhadap keluarga berisiko stunting. Kegiatan ini bertujuan untuk mencegah kejadian stunting melalui pendampingan keluarga balita risiko stunting. Berdasarkan hasil kegiatan disimpulkan bahwa pelaksanaan kegiatan berjalan dengan baik dan metode yang digunakan efektif dimana terdapat peningkatan pengetahuan keluarga tentang stunting, pemilihan dan pengolahan makanan dengan memanfaatkan sumber pangan lokal bagi baduta, dan seluruh sasaran memiliki dapur hidup.
Dalam kaitan Tim Pendamping Keluarga, Bidan yang diprioritaskan adalah Bidan yang berada atau ditugaskan di desa/kelurahan dan teregistrasi. Namun dalam kondisi-kondisi tertentu, Bidan yang dimaksud dalam Tim Pendamping Keluarga dapat berupa seorang perempuan yang lulus dari pendidikan bidan dan akan melakukan registrasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Pendampingan Keluarga adalah serangkaian kegiatan yang meliputi penyuluhan, fasilitasi pelayanan rujukan dan fasilitasi pemberiaan bantuan sosial yang bertujuan untuk meningkatkan akses informasi dan pelayanan kepada keluarga dan/atau keluarga beresiko stunting seperti ibu hamil, ibu pasca persalinan, anak usia 0 – 59 bulan, serta semua calon pengantin/calon pasangan usia subur melalui pendampingan 3 (tiga) bulan pranikah sebagai bagian dari pelayanan nikah untuk deteksi dini faktor risiko stunting dan melakukan upaya meminimalisir atau pencegahan pengaruh dari faktor risiko stunting.
Untuk itu, ayo cegah STUNTING dengan tidak melakukan pernikahan dini.