Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak di bawah lima tahun (balita) akibat kekurangan gizi kronis atau infeksi berulang terutama pada periode 1.000 Pertama Kehidupan (HPK), yaitu dari janin hingga anak berusia 23 bulan. Jika kita memandang dampak stunting secara sempit akan mengakibatkan terhambatnya perkembangan otak dan tumbuh kembang anak. Karena mengalami kekurangan gizi menahun, bayi stunting tumbuh lebih pendek dari standar tinggi balita seumurnya, Namun perlu digarisbawahi, orang yang menderita stunting pasti bertumbuh pendek, akan tetapi orang pendek belum tentu stunting. Sedangkan jika kita melihat secara luas dampak ke depan maka stunting akan menghambat pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kemiskinan dan memperlebar penderitaan.
Ketika kita bicara tentang stunting tidak hanya terkait pola makan saja, tapi juga pola asuh dan sanitasi. Jika membahas terkait hak dasar anak, salah satunya yaitu hak tumbuh kembang, hak ini akan terhambat jika anak yang dilahirkan mengalami stunting. Di Sumatera Barat angka stunting in masih terbilang cukup tinggi. Gubernur Sumatera Barat, Mahyeldi Ansharullah menyebutkan, kasus stunting pada anak di Provinsi ini mencapai angka 27,19 persen.(sumber : covesia.com). Ini merupakan permasalahan serius bagi Sumatera Barat.
Wakil Bupati Pesisir Selatan, Apt. Rudi Hariansyah juga pernah mengatakan, penanganan stunting (gagal tumbuh pada anak) di Pesisir Selatan harus dilakukan dengan kerjasama secara terintegrasi, berkelanjutan oleh lintas sektoral dan lintas program terkait serta dukungan dari organisasi profesi. Hal ini dikatakannya saat membuka kegiatan Rembuk Stunting dan Pertemuan Koordinasi Penanganan Stunting Kabupaten Pesisir Selatan. (sumber : pesisirselatankab.go.id).
Sejalan dengan itu, penulis berpendapat upaya penurunan angka stunting ini sangatlah memerlukan kolaborasi multisektor baik dari pemerintah maupun mitra swasta. Tindakanya nyata tidak hanya pada kebijakan di tingkat Pusat saja, akan tetapi juga secara terpadu hingga ke tingkat Desa/ Nagari bahkan keluarga. Keterlibatannya pun tidak hanya pemerintah, lembaga kemasyarakatat yang adapun harus diberdayakan, misalnya TP-PKK. Mengapa TP PKK? Karena lembaga ini salah satu yang aktif membina masyarakat khususnya ibu-ibu rumah tangga salah satunya dengan Posyandu.
Menurut penulis, Posyandu, adalah tonggak dalam pencegahan stunting dan sebagai layanan yang dapat mengintervensi kesehatan ibu hamil hingga melahirkan. Dengan penguatan layanan posyandu ini menjadi langkah yang harus diperhatikan bersama. Pendampingan bisa dilakukan melalui Tim Penggerak PKK di tingkat nagari melalui program pemberian makanan tambahan (PMT) berupa makanan bergizi yang mengandung telur, susu, kacang hijau, dan lainnya untuk mencegah stunting. Tentunya juga berkolaborasi dengan pemerintah nagari setempat melalui penganggaran Dana Desa. Dengan cara inklusif ini, semua elemen memiliki perananan, sehingga kasus angka stunting di nagari bisa ditekan sekecil mungkin.
TP PKK ini dapat berperan dalam pencegahan stunting melalui upaya meningkatkan kesadaran masyarakat melalui penggerakan peran kader, dimana para kader ini menjadi lini terdepan dalam memberikan pembinaan dan pemantauan terhadap pelaksanaan program pencegahan dan penanggulangan stunting. Selanjutnya pengembangan/ perorganisasian masyarakat, sehingga tercipta gerakan kesadaran masyarakat secara komprehensif. Dan selanjutnya melalui peningkatan upaya advokasi dan perencanaan yang mendukung pemberdayaan masyarakat, dan pemutakhiran data dan informasi agar dapat dipantau perkembangannya supaya dapat dibuat kebijakan yang tepat untuk program tersebut.
Pola hidup yang sehat harus menjadi budaya dan dimulai dari kesadaran diri sendiri. Sehingga, akan membantu percepatan penurunan stunting, serta membantu percepatan peningkatan pencapaian indeks pembangunan manusia (IPM) khususnya di Kabupaten Pesisir Selatan. Harmonisasi dan kerja sama semua pihak dapat membantu percepatan penurunan angka stunting di Sumatera Barat khususnya Pesisir Selatan. Pada akhirnya nanti berkorelasi dengan upaya pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia.
Pembangunan SDM Indonesia harus dilakukan secara berkesinambungan dalam kerangka siklus hidup manusia mulai sejak dalam kandungan sampai lansia. Jika kita melihat kondisi kependudukan yang ada saat ini, Indonesia membutuhkan SDM yang unggul. Dengan proporsi pemuda cukup besar, tentunya hal ini menjadikan beban yang besar juga bagi bangsa dan negara untuk menciptakan generasi muda yang berkualitas. Dengan tersedianya SDM yang berkualitas tentunya dapat memenuhi kebutuhan dan kemajuan bangsa sesuai dengan cita-cita luhur sebuah bangsa.