• info@pesisirselatan.go.id
  • Hours: Mon-Fri: 8am – 4pm
Bijak Sampah: Merayakan Idul Fitri dan Mudik Tanpa Merusak Bumi

Suci Mawaddah Warahmah, S.Sos

30 Maret 2025

155 kali dibaca

Bijak Sampah: Merayakan Idul Fitri dan Mudik Tanpa Merusak Bumi

Hari kemenangan tiba. Takbir menggema, memeluk langit dengan lantunan syukur. Jalanan dipenuhi wajah-wajah bahagia, menjemput rindu di kampung halaman. Namun, di tengah arus mudik dan perayaan yang meriah, ada jejak lain yang diam-diam kita tinggalkan—tumpukan sampah yang perlahan menggunung. Plastik berserakan, makanan terbuang sia-sia, dan kemasan hampers berakhir di tempat pembuangan. Apakah ini warisan yang ingin kita titipkan kepada bumi?

Mudik, Lebaran, dan Beban Sampah
Lebaran adalah tentang pulang, tentang bertemu dengan sanak saudara, tentang kebahagiaan yang tak tergantikan. Namun, di balik euforia itu, ada satu ironi yang kerap kita abaikan, limbah yang terus bertambah. Botol plastik menghiasi sepanjang jalur mudik, sisa makanan menggunung di meja makan, dan dekorasi yang hanya seumur jagung berakhir sebagai sampah. Jika setiap keluarga menyumbangkan sejumput sampah, bayangkan lautan limbah yang tercipta dalam satu hari raya!

Apakah Ini Wujud Syukur yang Sejati?
Bukankah Idul Fitri mengajarkan kesederhanaan? Bukankah mudik adalah perjalanan menjemput makna, bukan sekadar hiruk-pikuk belanja dan pesta? Jika kita mampu menahan dahaga selama Ramadan, mengapa sulit menahan godaan berlebih yang berujung pada sampah? Setiap lembar plastik yang kita buang, setiap sendok makanan yang tersisa, adalah cerminan dari cara kita memaknai keberkahan.

Mudik dan Lebaran Minim Sampah bukan sekadar slogan yang terdengar indah, melainkan sebuah aksi nyata yang harus diwujudkan. Idul Fitri adalah momen kemenangan, dan kemenangan sejati bukan hanya tentang kembali ke fitrah, tetapi juga tentang menjaga keseimbangan dengan alam. Kita bisa memulainya dari kebiasaan kecil yang berdampak besar. Misalnya, dengan meninggalkan plastik sekali pakai dan beralih ke wadah serta tumbler sendiri, kita memastikan bahwa jejak yang kita tinggalkan hanyalah kenangan, bukan limbah. Begitu pula dalam urusan makanan, memasak secukupnya bukan hanya menghindari pemborosan, tetapi juga menjadi bentuk penghormatan terhadap rezeki yang kita terima.
Selain itu, kemasan hampers yang kita pilih sebaiknya tidak hanya menawan mata, tetapi juga ramah lingkungan—lebih dari sekadar hadiah, tetapi sebuah kepedulian yang mengalir dalam setiap bingkisan. Dekorasi pun tak perlu selalu baru, karena keindahan sejati bukanlah yang hanya bersinar dalam sehari, melainkan yang bertahan lama dan penuh makna. Saat mudik, membawa peralatan makan sendiri adalah langkah sederhana yang bisa mengurangi sampah plastik di sepanjang perjalanan. Dan yang tak kalah penting, memilah sampah dengan bijak memungkinkan yang bisa didaur ulang untuk kembali menemukan kehidupan baru, bukan hanya menjadi beban bagi bumi.

Tak semua sampah harus berakhir sia-sia, jika kita mau sedikit lebih peduli. Sampah organik seperti sisa makanan bisa diolah menjadi kompos, menyuburkan tanah dan kembali ke siklus kehidupan. Sementara itu, sampah anorganik seperti plastik dan kertas bisa dipilah untuk didaur ulang, memberi mereka kesempatan kedua untuk bermanfaat. Sebuah botol plastik yang dibuang sembarangan bisa mencemari sungai selama ratusan tahun, tetapi jika kita memilahnya dengan benar, ia bisa berubah menjadi bahan baku untuk produk baru. Semua ini berawal dari kesadaran sederhana, namun berdampak besar bagi masa depan bumi yang kita cintai.

Mari mulai dari rumah, dari perjalanan mudik, dari meja makan di hari raya. Dengan memilah dan memilih sampah, kita telah menunjukkan rasa cinta kepada bumi, kepada kehidupan, kepada generasi yang akan datang.

Lebaran yang Benar-benar Menang
Kemenangan sejati bukan hanya kembali ke fitrah, tetapi juga kembali pada kepedulian. Kita tak perlu mengorbankan alam demi sejenak kebahagiaan. Mari menjadikan Mudik dan Lebaran Minim Sampah sebagai bagian dari perayaan, bukan sekadar semboyan. Sebab, bumi yang kita tinggali ini, adalah rumah bagi generasi mendatang.

Selamat Idul Fitri. Mari kita pulang, bukan hanya ke rumah dan pelukan keluarga, tetapi juga kepada kebijaksanaan yang lebih dalam. Apakah makna silaturahmi jika yang kita wariskan adalah bumi yang semakin renta? Tahun ini, biarlah kebersihan menjadi bagian dari kebahagiaan, dan kesadaran menjadi cerminan syukur yang sesungguhnya.
 

Berita Terbaru